REKENING DONASI MOSSDEF SYSTEM : BANK MU'AMALAT CABANG YOGYAKARTA NOMOR 0117546129 A/N NUGROHO AGUNG WIBOWO atau BANK BRI SYARIAH KCP JOGJA A DAHLAN A/N NUGROHO AGUNG WIBOWO NOREK. 1002252771.

Sabtu, 17 Desember 2011

Jadilah Orang Kaya yang Bersyukur atau Orang Miskin yang yang Sabar

Posted by Nugroho Agung Wibowo On 08.29 0 komentar


Masalah ini telah diperdebatkan secara panjang lebar oleh kedua golongan tersebut. Masing-masing berhujjah dengan dalil-dalil yang kuat yang tidak mungkin bisa dibantah dari Al-Kitab dan As-Sunnah serta atsar-atsar para shahabat dan ulama. Jika orang memperhatikan dalil-dalil yang mereka bawakan, ia akan melihat bahwa kedua-duanya sama kuatnya. Padahal kita telah mengetahui bahwa al-haq tidak mungkin saling bertentangan.

Maka Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya 'Uddatus Shabirin menjelaskan bahwa kedua-duannya haq, karena antara syukur dan sabar ada hubungan yang tidak mungkin bisa dipisahkan. Syukur tidak akan sempurna kecuali dengan sabar dan sabar tidak akan sempurna kecuali dengan syukur.

Orang kaya yang bersyukur tentunya dia harus sabar dengan ujian kekayaannya dan fitnahnya dunia, demikian pula sebaliknya orang miskin yang sabar tentunya dia harus bersyukur dengan apa yang Allah berikan walau pun sedikit. Sehingga kadang-kadang syukur dan sabar bermakna sama dalam konteks tertentu.

Kita telah mengetahui bahwa syukur mempunyai rukun-rukun yang harus dikerjakan.
1. Mengakui bahwa kenikmatan tersebut itu dari Allah.
2. Memuji Allah sebagai pemberi.
3. Menggunakan kenikmatan tersebut sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah.

Sedangkan sabar adalah tetap dalam perintah dan hukum Allah walaupun berbagai kesulitan dan halangan serta musibah menimpanya sebagaimana disebutkan dalam surat At-Thur ayat 48 yaitu :
"dan bersabarlah terhadap hukum Rabb-mu karena sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan Kami ..."

Jika demikian definisi syukur dan sabar, maka syukur adalah dengan cra menggunakan kenikmatan dalam taat kepada Allah sedangkan sabar adalah tetap di dalam ketaatan kepada Allah apa pun cobaan yang menimpanya.

Ibnul Qayyim mengatakan : "Jika telah diketahui demikian, maka sabar dan syukur saling berkaitan erat satu dengan yang lainnya, tidak mungkin ada salah satunya tanpa yang lain. Hanya saja kadang-kadang diungkapkan dengan salah satunya karena dianggap lebih dominan dalam keadaan tertentu."

Kita bisa contohkan dengan ungkapan di atas "orang kaya yang bersyukur" karena memang yang menonjol pada orang kaya adalah rasa syukurnya, walaupun sesungguhnya dia harus bersabar dengan cobaan dunia dan kekayaan. Sebaliknya diungkapan pula "orang yang miskin yang sabar" karena memang yang menonjol pada orang miskin adalah kesabarannya. Walau pun dia tetap dituntut untuk syukur karena selamatnya dia dari cobaan dunia dan walau pun terlihat sedikit dia telah mendapatkan kenikmatan besar yang harus disyukuri.

Lebih jelasnya kita lihat firman-firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menunjukkan bahwa kekayaan dan kemiskinan, kesusahan dan kemudahan, kebaikan dan kejelekan semuanya merupakan cobaan dan ujian yang harus dihadapi dengan sabar :
"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)." (Q.S. Al-Anbiya' : 35)
"Adapun manusia apabila Rabb-nya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata : Rabb-ku telah memuliakanku. Adapun bila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata : Rabb-ku menghinakanku." (Q.S. Al-Fajr : 15-16)
"Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya." (Q.S. Al-Kahfi : 7)
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya." (Q.S. Al-Mulk : 2)
"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah d antara kamu yang lebih baik amalnya." (Q.S. Hud : 7)

Dalam surat Al-Anbiya' di atas Allah menyatakan bahwa kebaikan dan kejelekan merupakan fitnah. Kemudian dalam surat Al-Fajr Allah menyatakan jika Allah memberikan kebaikan ataupun sebaliknya menahan rezeki, maka kedua-duanya adalah ibtila' atau cobaan juga. Demikian pula pada ayat-ayat berikutnya pada Al-Kahfi, Al-Mulk dan Hud diatas. Semuanya menunjukkan bahwa harta perhiasan dunia, hidup atau mati, penciptaan langit dan bumi, semuanya itu adalah ujian untuk megetahui siapa yang paling baik amalannya. Dengan kata lain, semuanya itu ujian untuk mengetahui siapa yang bersabar.

Oleh karena itu para shahabat ridwanullahi 'alaihim 'ajma'in mengatakan, "Kita diuji dengan kesusahan kita bisa sabar. Tetapi ketika kita diuji dengan kemudahan (kekayaan) kita tidak sabar."

Sebaliknya kemiskinan, penyakit, hilangnya kenikmatan dunia juga dari sisi lain merupakan kenikmatan yang harus disyukuri, yaitu selamatnya dia dari godaan dunia. Oleh karena itu Ibnul Qayyim berkata : "Ar-Rabbu Ta'ala kadang-kadang memberi cobaan dengan kenikmatan dan memberikan kenikmatan dengan bencana."

Inilah yang menyebabkan Umar ibnu Khattab radliyallahu 'anhu berkata : "Kalau syukur dan sabar adalah dua kuda tunggangan, maka aku tidak peduli yang mana yang akan aku naiki."

Kesimpulannya Ibnul Qayyim rahimahullah mendudukkan kedua-duanya seimbang. Dan kedua-duannya saling berkaitan. Tidak sempurna syukur tanpa sabar dan tidak pula sempurna sabar tanpa syukur. Beliau berkata : "Kesimpulannya, yang paling utama di antara keduanya adalah yang paling taqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, apakah dia orang kaya atau pun orang miskin. Jika keduanya sama ketaqwaannya maka sama pula keutamaannya. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak mengutamakan seseorang dengan kekayaan atau kemiskinan, tidak pula dengan bencana atau pun keselamatan. Tetapi Allah memuliakan seseorang dengan ketaqwaan. "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu." (Q.S. Al-Hujurat : 13)

Sedangkan ketaqwaan dibangun di atas dua landasan : sabar dan syukur. Apakah dia orang kaya atau pun orang miskin, harus menyempurnakan kedua-duanya. Barangsiapa sabar dan syukurnya lebih sempurna, maka dia lebih utama.

(Disarikan dari kitab 'Uddatus Shabirin wa Dzakhiratus Syakirin cetakan Daar Ibnu Katsir, tahun 1993 M / 1414 H, karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

0 komentar:

Posting Komentar