Agar kita dapat menjalankan kewajiban berwudlu' dengan benar dan baik, sehingga kita memperoleh segenap keutamaan berwudlu' sebagaimana yang telah diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka kita wajib mempelajari bagaimana cara berwudlu' yang benar. Berikut ini kami bawakan riwayat-riwayat tuntunan berwudlu' dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam serta penjelasan para Ulama' tentangnya. Sebelum kita membahas tuntunan wudlu' sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi kita, perlu kita memahami firman Allah Ta`ala yang menjelaskan cara berwudlu' sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur'an surat Al-Ma'idah 6:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian berdiri untuk menunaikan shalat, maka cucilah wajah kalian dan kedua tangan kalian sampai ke kedua siku. Dan usaplah dengan air wudlu kepala kalian. Dan cucilah kedua telapak kaki kalian sampai ke kedua mata kaki.” ( Al-Maidah : 6)
Para Ulama' menyatakan bahwa apa yang disebutkan oleh Allah Ta`ala di ayat ini adalah amalan yang wajib dalam berwudlu'. Demikian diterangkan oleh Al-Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya dalam Al-Jami' li Ahkamil Qur'an jilid 3 halaman 2080. Adapun niat, itu sudah termasuk kewajiban berwudlu yang disebutkan oleh ayat ini, ketika Allah menyatakan dalam firman-Nya (yang artinya): “ Dan apabila kamu berdiri untuk shalat, maka cucilah wajah kalian .” Jadi mencuci wajah dan selanjutnya adalah dalam rangka menunaikan shalat. Ini adalah isyarat dari Allah Ta`ala tentang wajibnya niat untuk melaksanakan wudlu'. Demikian diterangkan oleh Al-Imam Asy-Syaukani dalam Fathul Qadir jilid 2 halaman 18. Sedangkan amalan berwudlu' yang lainnya adalah merupakan adab dan sunnah, sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Al-Imam Al-Qurtubi. Demikianlah keterangan Allah Ta`ala dalam firman-Nya di Al-Qur'an tentang cara berwudlu'.
Adapun keterangan dalam hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu `alaihi wa sallam tentang tuntunan berwudlu' secara lengkap adalah sebagai berikut:
Dari Humran maula Utsman bin Affan radliyallahu `anhu memberitakan bahwa dia pernah melihat Utsman bin Affan meminta disediakan air wudlu. Kemudian beliau menuangkan dari bejana itu kepada kedua telapak tangannya sehingga mencucinya tiga kali. Kemudian beliau memasukkan telapak tangan kanannya ke dalam air itu guna mengambil air dengannya untuk berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung serta mengeluarkannya. Setelah itu beliau mencuci wajah beliau sebanyak tiga kali. Kemudian mencuci kedua tangannya sampai ke siku sebanyak tiga kali. Selanjutnya beliau mengusap kepalanya dengan air itu, dan setelah itu beliau mencuci kedua kakinya masing-masing sebanyak tiga kali. Kemudian setelah itu beliau menyatakan: “Aku melihat Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu' seperti wudlu'ku ini.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu' Bab Al-Madlmadlah fil Wudlu' hadits ke 164, lihat Fathul Bari juz 1 halaman 266 no hadits 164)
Abdullah bin Zaid radliyallahu `anhu ketika ditanya bagaimana cara wudlu' Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka beliau pun memperagakan bagaimana cara berwudlu' Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dengan mencuci kedua telapak tangannya masing-masing dua kali. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke hidung (serta mengeluarkannya, pent) sebanyak tiga kali. Setelah itu mencuci wajahnya tiga kali dan kemudian mencuci kedua tangannya sampai ke kedua sikunya masing-masing dua kali. Kemudian mengusap kepalanya dengan kedua telapak tangannya dengan cara meletakkan kedua telapak tangannya di bagian depan rambut kepalanya dan menggerakkan kedua telapak tangan itu ke bagian belakang kepalanya dan kembali lagi ke depan. Demikian beliau lakukan dalam mengusap kepala dan dilakukan hanya sekali, sebagaimana diterangkan demikian dalam Shahih Muslim – Kitabut Thaharah Bab Shifatul Wudlu' hadits ke 235, pent. Kemudian beliau mencuci kedua kaki beliau.” (HR. Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu' Bab Mas-hur Ra'si Kullihi , hadits ke 185).
Riwayat Abdullah bin Zaid ini memberitakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam mencuci kedua tangannya masing-masing dua kali. Sedangkan dalam riwayat Utsman bin Affan, beliau memberitakan bahwa mencuci tangan itu tiga kali. Bahkan dalam riwayat lain, Abdullah bin Zaid menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam membasuh anggota badannya dalam berwudlu, masing-masing dua kali. (HR. Bukhari hadits ke 158, Bab Al-Wudlu' Marratain Marratain ). Juga Abdullah bin Abbas radliyallahu `anhuma menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu dengan membasuh anggota badannya masing-masing sekali. (HR. Bukhari hadits ke 157, Bab Al-Wudlu' Marratan Marratan ). Maka dengan demikian, kewajiban membasuh anggota badan dalam berwudlu' itu boleh sekali, atau dua kali, dan boleh juga tiga kali. Yang terpenting daripadanya ialah bila air wudlu' itu dipastikan telah merata mengenai seluruh anggota badan yang wajib terkena air wudlu' itu.
Di samping itu dalam riwayat Abdullah bin Zaid di atas telah diberitakan cara yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam mengusap kepala dengan air wudlu'. Yaitu dengan mengusapkan kedua telapak tangan yang telah dicelupkan ke dalam air wudlu', dan diletakkan di bagian dahi paling atas. Kemudian kedua telapak tangan itu digerakkan ke arah kepala bagian belakang atau tengkuk, setelah itu dikembalikan kedua telapak tangan itu ke tempat semula (yaitu bagian depan kepala atau bagian atas dahi). Yang demikian itu dilakukan hanya sekali, bukan dua kali atau lebih. Demikianlah semestinya mengusap kepala dalam berwudlu' sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam .
Sedangkan ketentuan lain daripada wudlu' itu ialah memulainya dari bagian kanan dari anggota badan yang dibasuh itu, setelah itu baru sebelah kiri. Karena hal ini telah diberitakan oleh A'isyah Ummul Mu'minin radliyallahu `anha bahwa: “Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam itu senang memulai dengan bagian kanannya dalam memakai alas kaki, atau dalam bersisir, dan dalam bersuci, serta dalam segala urusannya (yang mulia, pent).” Demikian dalam hadits riwayat Bukhari dalam Shahih nya, Kitabul Wudlu' Bab Tayammunu fil Wudlu' wal Ghusli , hadits ke 168.
Adapun permasalahan mengusap kedua daun telinga, maka dalam perkara ini telah diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi dalam Sunan nya dalam Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa'a annal Udzunain Minar Ra'si dari Abu Umamah radliyallahu `anhu hadits ke 37 yang memberitakan: “Nabi shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu', kemudian beliau mencuci wajahnya tiga kali, dan kedua tangannya tiga kali. Dan beliau mengusap kepalanya, dan beliau menyatakan: “Kedua telinga adalah bagian dari kepala (yakni bagian kepala yang harus diusap dengan air wudlu', pent).” Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dalam Sunan nya dan Ibnu Majah dalam Sunan nya. Al-Imam Ahmad Syakir rahimahullah telah menerangkan panjang lebar tentang keshahihan hadits ini dan membantah segala keraguan tentang keshahihannya, dalam catatan kaki beliau terhadap Sunan At-Tirmidzi terbitan Darul Kutub Al-Ilmiyah cet. th. 1356 H / 1937 M. Juga Al-Imam Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits ini dalam catatan kaki beliau terhadap kitab Misykatul Mashabiih jilid 1 hal. 131 hadits ke 416. Selanjutnya, tentang cara mengusap kedua daun telinga itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud As-Sijistani dalam Sunan nya, Kitabut Thaharah Bab Al-Wudlu' Tsalatsan Tsalatsan hadits ke 135 dari Amer bin Syu'aib dari bapaknya, dari kakeknya (yakni dari Abdullah bin Amer bin Al-Ash radliyallahu `anhuma , pent), memberitakan bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam berwudlu' (kemudian diceritakan wudlu'nya), kemudian diberitakan: “Beliau mengusap kepalanya, kemudian beliau memasukkan kedua jari telunjuknya ke dalam kedua lubang telinganya dan meletakkan ibu jari beliau di bagian punggung daun telinga beliau, sehingga beliau mengusap punggung daun telinga itu dengan ibu jari dan mengusap bagian dalam daun telinga itu dengan jari telunjuk beliau.”
Jadi mengusap kedua daun telinga dilakukan setelah mengusap kepala dengan air wudlu' dan tidak perlu mengambil air wudlu' lagi untuk mengusap kedua telinga itu. Akan tetapi bergandengan pengusapannya setelah gerakan mengusap kepala.
Kemudian permasalahan mengucap basmalah ketika akan memulai amalan wudlu', maka hal ini telah diriwayatkan oleh Sa'ied bin Zaid bin Amer bin Nufail radliyallahu `anhu , bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak sah wudlu' seseorang bila tidak membaca bismillah padanya.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan nya, Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa'a Fit Tasmiyah ‘indal Wudlu' dari Said bin Zaid, juga diriwayatkan pula oleh Al-Baihaqi dengan lafadh yang sama, lihat As-Sunanul Kubra juz 1 Kitabut Thaharah Bab At-Tasmiyah ‘alal Wudlu hal. 43 dari Abu Said Al-Khudri radliyallahu `anhu )
Al-Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Talkhisul Habir jilid 1 hal. 123 – 128 membawakan beberapa riwayat dan sanad hadits tersebut di atas, kemudian beliau menyatakan kesimpulannya: “Yang nyata dari segenap hadits-hadits tersebut, jadilah hadits ini mempunyai kekuatan sanad (yakni mempunyai keakuratan berita, pent) yang menunjukkan bahwa berita tentang sabda Nabi tersebut mempunyai asal usul (yakni nara sumbernya bisa dipercaya, pent). Abu Bakar bin Abi Syaibah telah berkata: “Telah pasti bagi kami bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam telah bersabda dengannya.”
Dengan demikian, maka memulai wudlu' dengan membaca bismillah adalah termasuk kewajiban wudlu' berdasarkan hadits tersebut di atas. Demikian dinyatakan oleh dua orang Imam dari kalangan tabi`in, Ishaq bin Rahuyah dan Al-Hasan Al-Basri rahimahumullah . Al-Imam At-Tirmidzi memberitakan hal ini dalam Sunan nya dan Al-Mundziri dalam Targhib nya.
Dalam menjalankan amalan wudlu', diwajibkan pula untuk menyilang-nyilang jari jemari tangan dan kaki agar air wudlu' itu sampai ke seluruh tangan dan kaki yang wajib dibasuh. Hal ini telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau sebagai berikut ini:
“Apabila kamu berwudlu', maka silang-silangkanlah jari-jemari kedua tanganmu dan kedua kakimu.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunan nya kitabut Thaharah jilid 1 bab Takhlilu Al-Ashabi`a halaman 57 hadits ke 39 dari Ibnu Abbas radliyallahu `anhu , juga Ibnu Majah dalam Sunan nya Kitabut Thaharah jilid 1 bab Takhlilu Al-Ashabi`a halaman 153 hadits ke 447 dan juga Ahmad dalam Musnad nya dari Ibnu Abbas radliyallahu `anhuma ).
Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah telah menjelaskan dalam Talkhisul Habir jilid 1 hal. 165 bahwa Al-Imam Al-Bukhari telah menghasankan hadits ini. Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar jilid 1 hal. 191 menyatakan: “Hadits-hadits ini menunjukkan disyariatkannya menyilang-nyilangkan jari-jemari tangan dan kaki. Dan hadits-hadits dalam perkara bab ini saling menguatkan satu dengan lainnya sehingga sangat meyakinkan wajibnya perkara ini.”
Adapun menyilang-nyilangkan jari-jemari pada jenggot dengan air wudlu dalam berwudlu', maka yang demikian ini adalah salah satu sunnah dari amalan-amalan sunnah wudlu'. Berhubung apa yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Sunan nya, Abwabut Thaharah Bab Ma Jaa'a fi Takhlilil Lihyah , hadits ke 31 dari riwayat Israil yang meriwayatkannya dari Amir bin Syaqiq. Beliau meriwayatkannya dari Abu Wa'il. Dan beliau meriwayatkannya dari Utsman bin Affan yang memberitakan bahwa Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menyilang-nyilang jenggot beliau (dalam berwudlu', pent). Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah menjelaskan: “Muhammad bin Ismail berkata (yakni Al-Imam Al-Bukhari, pent): Hadits yang paling shahih dalam bab ini ialah yang diriwayatkan oleh Amir bin Syaqiq dari Abu Wa'il dari Utsman bin Affan.”
Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar jilid 1 hal. 186 menjelaskan: “Yang benar bahwa hadits-hadits dalam bab ini setelah diyakini bahwa hadits-hadits tersebut dapat dijadikan dalil, bahwa hadits-hadits itu tidak menunjukkan wajibnya perbuatan tersebut.”
Al-Imam Al-Mubarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi jilid 1 hal. 129 menerangkan bahwa jumhur Ulama' (yakni mayoritas Ulama') berpandangan bahwa menyilang-nyilangkan air wudlu' diantara jenggot adalah sunnah bila dalam berwudlu', tetapi perbuatan tersebut adalah wajib dalam amalan mandi junub. Kemudian beliau menambahkan: “Aku katakan: pendapat yang paling mantap dan kuat menurut aku ialah pendapat kebanyakan Ulama' tersebut, Wallahu Ta`ala A'lam .”
Demikianlah kami nukilkan kepada pembaca sekalian, pendapat yang paling kuat menurut kami dengan melihat dalil-dalil yang shahih sanadnya dari para Ulama' yang berpendapat seperti itu.
Kemudian amalan sunnah yang lainnya dalam berwudlu' adalah mengucapkan syahadat setelah berwudlu'. Hal ini sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dalam sabda beliau berikut ini:
“Barangsiapa yang berwudlu' kemudian setelahnya mengatakan: Asyhadu anlaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariikalah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu (artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah yang esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad itu adalah hambaNya dan RasulNya, pent), niscaya akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan untuk dia masuk dari mana saja yang dia suka.” Dalam riwayat lain bahwasanya Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menyebutkan seperti itu juga tanpa menyebutkan: Barangsiapa berwudlu maka setelahnya dia berkata: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarikalahu wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu .” (HR. Muslim dalam Shahih nya, Kitabut Thaharah Bab Al-Mustahab Aqbal Wudlu' , dari riwayat Uqbah bin Amir Al-Juhaniy radliyallahu `anhu ).
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa membaca bacaan ini setelah berwudlu' adalah sunnah ( Syarah Shahih Muslim , Al-Imam An-Nawawi, juz 3 hal. 472).
Hal yang sangat diperingatkan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam adalah kelalaian banyak orang dalam membasuh kedua telapak kakinya, untuk membasuh telapak kaki bagian belakang. Sehingga bagian tersebut sering tidak terkena air wudlu' dan tentunya yang demikian ini menyebabkan tidak sahnya wudlu' tersebut dan berakibat pula tidak sahnya shalat yang dilakukan sesudahnya. Demikian ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , ketika melihat seorang yang telah berwudlu' tetapi dia meninggalkan bagian di kakinya tempat yang tidak terkena air wudlu' sebesar satu kuku, dan hal ini dilihat oleh Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam , maka beliaupun memerintahkan kepadanya untuk kembali berwudlu' dengan cara yang lebih baik. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim An-Nisaburi dalam Shahih nya hadits ke 243, dari Umar bin Al-Khattab radliyallahu `anhu . Terhadap hadits ini Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa meninggalkan sebagian kecil dari anggota badan yang wajib untuk dibasuh dengan air wudlu', maka tidak sah wudlu'nya dan pendapat yang demikian ini telah disepakati oleh para Ulama'.” ( Syarah Shahih Muslim , Al-Imam An-Nawawi, juz 3 halaman 480).
Bahkan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam ketika melihat seorang pria tidak mencuci telapak kaki bagian belakang, maka beliau mengingatkan:
“Celakalah bagi telapak kaki bagian belakang yang tidak terkena air wudlu' dengan jilatan api neraka.” (HR. Muslim dalam Shahih nya jilid 1, 2, 3 Kitabut Thaharah Bab Wujub Ghuslir Rijlain wastii`aabi jamii`i ajzaa'i mahalli ath-thaharaah halaman 480 no. 242 dari Abi Hurairah radliyallahu `anhu ).
Sumber : Majalah Salafy Edisi 2 Tahun ke-5 Halaman 40-44.
0 komentar:
Posting Komentar