Syirik terbagi menjadi dua jenis :
Jenis yang pertama ialah Syirik Akbar (syirik besar). Konsekuensi dari perbuatan syirik besar ini dapat mengeluarkan seseorang dari agamanya, dan jika pelakunya mati dan belum sempat bertaubat daripadanya, maka kekekalan baginya di neraka.
Syirik besar ialah memalingkan niat dan tujuan dalam segala bentuk peribadatan kepada selain Allah. Seperti berdoa, bertaqorrub (mendekatkan diri), penyembelihan serta nazar yang diniatkan dan ditujukan untuk selain Allah; dalam wujud kuburan-kuburan, para jin dan para syaithon. Demikian juga dalam hal ini ialah takut dari jin dan para syaithan, dengan anggapan bahwa mereka ini secara mutlak dapat mematikan atau mendatangkan kemadharatan dan menjadikan diri seseorang sakit karenanya. Juga termasuk berharap kepada pihak atau oknum selain Allah dalam perkara yang tidak mempunyai kemampuan dan kekuasaan atasnya kecuali Allah; seperti minta dipenuhi kebutuhannya atau minta dihindari dari segala kesusahan dan kesulitan hidup. Sebagaimana yang kerap terjadi dulu dan sekarang yaitu banyak orang mendatangi kuburan-kuburan para wali atau orang-orang sholih dalam rangka berharap agar kiranya dapat terpenuhi segala kebutuhan hidupnya dan menghindarkannya dari segala bentuk kesusahan dan kesulitan. Allah Ta'ala berfirman :
“Dan mereka menyembah kepada selain Allah yang tidak dapat mendatangkan kemudhorotan bagi mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa'at kami disisi Allah ”. (Yunus: 18)
Jenis yang kedua ialah Syirik Ashghar (syirik kecil). Syirik model yang ke-dua ini tidaklah mengeluarkan pelakunya dari agamanya, akan tetapi berdampak pada ketauhidannya yang akan semakin terkikis dan menipis. Syirik kecil ini mempunyai peranan sebagai wasilah (perantara) yang mengantarkan seseorang kepada syirik besar.
Syirik kecil terbagi menjadi dua jenis:
Yang pertama, Syirik Dzahir (syirik yang tampak). Dikatakan dzahir (tampak) karena dapat terdeteksi oleh panca indera kita; seperti dalam bentuk lafadz pernyataan atau perbuatan-perbuatan. Realisasi dari bentuk lafadz pernyataan ialah seseorang bersumpah dengan nama selain Allah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka sungguh dia telah kufur atau berbuat syirik”. (HR. Tirmidzi dengan sanad yang hasan dan di shohihkan oleh Al Hakim)
Dan juga pernyataan seseorang yang menyatakan: “ Atas kehendak Allah dan kehendakmu ” (masya Allah wa syi'ta) , Rasulullaah Shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wasallam ketika mendengar pernyataan itu berkata: “ Apakah engkau mau menjadikan aku sebagai tandingan-tandingan selain Allah! Katakan: “ Atas kehendak Allah saja ” (masya Allah wahdah) .
Juga pernyataan “Seandainya jika bukan karena Allah dan kamu ”; maka pernyataan yang benar ialah: “Atas kehendak Allah kemudian kehendak kamu”, atau “Seandainya jika bukan karena Allah kemudian karena kamu” . Karena kata kemudian menunjukkan urutan. Yakni menjadikan kehendak seorang hamba itu mengikuti kehendak Allah, sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
“Dan tidaklah kamu dapat menghendaki kecuali apabila dikehendaki oleh Allah, Tuhan semesta alam”. (At Takwir: 29)
Adapun kata “dan” dalam pernyataan diatas ( Atas kehendak Allah dan kehendakmu ) menunjukkan kesetaraan yakni bukan urutan; seperti pernyataan “ Kecuali Allah dan kamu ” atau “ Keberkahan dari Allah dan kamu ”.
Kemudian realisasi dari bentuk perbuatan ialah seperti seseorang memakai gelang atau benang dengan anggapan bahwa jika mengenakan kedua benda tersebut dapat terhindar dari segala malapetaka (bala') dan kerusakan, atau bahkan diyakini dapat menolaknya. Juga seperti menggantungkan jimat-jimat (tamimah) karena takut terkena “pandangan” (‘ain) yang dapat merusak dan semisalnya. Maka dalam hal ini, apabila seseorang mempunyai keyakinan bahwa benda-benda tersebut diatas sebagai sebab-sebab yang dapat menolak bala'; maka ini termasuk syirik kecil. Adapun jika diyakini bahwa benda-benda tersebut dapat menolak bala' dengan sendirinya (yakni bukan sebagai sebab) maka yang demikian ini termasuk syirik besar, karena sesungguhnya dia telah menggantungkan dirinya kepada selain Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Jenis yang kedua dari syirik kecil ini ialah Syirik Khofiy (syirik yang tersembunyi). Seperti syirik dalam hal niat dan tujuan; contohnya perbuatan riya' (seseorang niat beribadah untuk Allah dan juga diperuntukkan untuk selain Allah yakni mempunyai niatan ingin show -unjuk diri atau pamer- sehingga menjadi perhatian orang banyak ketika menjalankan amalan-amalan ibadah), sum'ah (seseorang niat beribadah untuk Allah dan juga diperuntukkan untuk selain Allah yakni mempunyai niatan ingin didengar orang ketika menjalankan amalan-amalan ibadah). Sama halnya seperti orang yang berniat melakukan suatu amalan untuk Allah dan juga disertai niat untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari manusia; seperti mendramatisir sholatnya, dzikirnya dan bacaan qur'annya (tilawah), sehingga terkesan lebih bagus dan menarik perhatian banyak orang atau bersedekah dengan niatan mendapatkan pujian dan sanjungan handai taulan.
Perbuatan riya' semacam ini merupakan bentuk bercabangnya niat dalam melakukan suatu amalan, sehingga dengan sebab ini amalan yang telah dilakukannya menjadi gugur dan sia-sia belaka. Allah Ta'ala berfirman:
“Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhan-Nya, maka hendaknya ia beramal dengan amalan yang sholih dan jangan mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhan-nya”. (Al Kahfi: 110)
Rasulullaah ‘Alaihish sholaatu wassalam bersabda:
“ Yang paling aku takutkan atas kalian ialah syirik kecil ”. (para shahabat bertanya): “ Wahai Rasulullah apa yang dimaksud syirik kecil itu ”? (Rasulullaah ‘Alaihish sholaatu wassalam menjawab: “ Ar Riya' ”. (HR. Ahmad, Ath Thabraniy dan Al Baghawi dalam Syarhus Sunnah)
Dan juga dalam hal ini termasuk seseorang beramal karena serakah (tamak) dengan dunia.. seperti dia beramal (mengajarkan ilmu syar'i atau berjihad) untuk Allah juga disertai niatan untuk memperoleh dunia, harta dan kekayaan. Rasulullaah Shallallahu 'alaihi wa 'ala aalihi wasallam bersabda:
“Sungguh celaka hamba dinar, celaka hamba dirham dan celaka hamba khomilah (pakaian kemegahan), jika diberi ia senang dan jika tidak diberi ia marah”. (HR. Al Bukhari)
Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Syirik dalam hal niat dan tujuan bagai samudera tak bertepi dan sangat sedikit sekali orang yang selamat daripadanya”. Maka barangsiapa yang beramal dengan niat dan tujuan untuk selain wajah Allah dan juga menuntut pamrih dari seseorang, sungguh dia telah berbuat kesyirikan. Sedangkan Al Ikhlas maknanya ialah memurnikan niat beribadah kepada Allah dalam segenap perkataan, perbuatan, niat serta tujuan. Dan inilah yang dinamakan sikapHanif yakni monoloyalitas (kecenderungan total) kepada Allah dan apa-apa yang dicintai oleh Allah. Sikap hanif ini yang di usung nabiyullah Ibrahim ‘Alahissalaam, dan Allah memerintahkan segenap hambaNya untuk mempunyai mental hanif dengan mengikuti napak tilas nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalaam. Karena sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan hambaNya jika tidak didasari mental hanif tersebut, inilah hakikat syari'at Islam yang sesungguhnya. Sebagaimana Firman Allah Ta'ala:
“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”. (Al ‘Imron: 85)
Demikian gambaran agama Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam, maka barangsiapa yang membencinya; ketahuilah bahwa dia sebodoh-bodoh manusia. (Al Jawaabul Kaafi hal 115)
Berikut ringkasan pembahasan diatas, perbedaan antara syirik besar dan syirik kecil:
Syirik besar dapat mengeluarkan seseorang dari agamanya, sedangkan syirik kecil tidaklah mengeluarkan seseorang dari agamanya.
1. Syirik besar mengekalkan pelakunya dineraka jika dia mati dan belum sempat bertaubat daripadanya, namun syirik kecil tidaklah mengekalkan pelakunya dineraka.
2. Syirik besar dapat menggugurkan segenap amalan-amalan sholih yang pernah dilakukannya, adapun syirik kecil hanya menggugurkan amalan-amalan riya', sum'ah dan semisalnya.
3. Pelaku syirik besar boleh untuk ditumpahkan darahnya dan dirampas hartanya, sedangkan pelaku syirik kecil tidaklah demikian.
Kitabut Tauhid Hal. 9-10
Syaikh Sholih Bin Fawzan Al Fawzan Hafidzohullah
0 komentar:
Posting Komentar